Sebuah pengorbanan luar biasa telah dipersembahkan oleh salah seorang putri raja bernama Putri Mandalika atau yang kerap dijuluki Dende Mandalika. Pengorbanan tersebut kemudian menjadi sebuah legenda atau boleh juga disebut sebagai awal dan akhir dari sebuah kisah cinta (Love Story).
Legenda Putri Nyale adalah salah satu contoh luhurnya sebuah pengorbanan dan arti sebuah pengabdian kepada bangsa dan negara. Jika dilihat dari awal kisah cinta yang abadi, cinta yang hakiki kepada rakyat yang kini menjadi sebuah legenda yang tersohor di seantero dunia. Bahkan kini menjadi icon pariwisata Lombok Tengah serta mampu menyuguhkan sebuah obyek wisata yang bernuansa berbeda dari daerah lain di negeri ini.
Pantaslah Lombok Tengah yang bermotto Tatas Tuhu Trasna (Tastura) sekarang ini tengah menjadi sorotan mata dunia. Ribuan wisatawan domistik maupun mancanegara berduyun-duyun datang untuk menyaksikan pesta rakyat yang diramu dalam sebuah tema Core Event “Bau Nyale”.
Legenda Putri Mandalika berawal dari sejarah kerajaan di wilayah selatan Lombok Tengah bernama Kerajaan Tojang Beru. Konon, kerajaan tersebut hidup dalam kedamaian, makmur dan adil serta dipimpin rajanya yang terkenal arif dan bijaksana, sehingga sangat dicintai oleh rakyatnya. Kehidupan aman, damai dan tenteram yang dirasakan oleh rakyat di kerajaan tersebut kian bertambah ketika sang raja memiliki seorang putri yang cantik jelita bernama Putri Mandalika atau Dende Mandalike. Sifat dan pembawaan serta berprilaku ramah penuh rasa kasih dan pedul terhadap siapapun membuat sang putri kian dikagumi dan dihormati rakyatnya.
Hingga sang putri tumbuh menjadi gadis remaja, prilaku yang diperlihatkan kepada rakyatnya membuat kerajaan yang dipimpin ayahnya kian tersohor di penjuru dunia. Bak tetesan embun berkilau, matanya selalu berbinar menatap jauh ke depan tentang masa depan kerajaan ayahnya. Laksana bunga yang tengah mengkar berseri harumnya semerbak menyapu awan mengirim sebuah berita lewat angin menyeruak ke rongga kehidupan. Itulah gambaran dari kecantikan sang putri hingga menyebar ke seluruh penjuru kerajaan kecil yang ada.
Keberadaan sang putri di Kerajaan Tojang Beru bak mentari di siang hari yang tak pernah bosan menerangi bumi. Senyum ramahnya bak bulan purnama yang selalu menghiasi bilik hati rakyatnya. Tidak heran, satu per satu pangeran berdatangan untuk mempersunting sang putri, namun hanya senyum yang tersungging dari bibir manisnya yang bak kulit bawang merah. Tidak beberapa lama pangeran dari berbagai kerajaan kecil seperti Kerajaan Daha, Johor, Pane, dan kerajaan Lipur juga tak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk menyampaikan isi hatinya.
Salah seorang budayawan Lombok Tengah, Mamiq Syar’i Bayan menuturkan, untuk bisa merebut hati sang putri para pangeran menempuh berbagai cara termasuk mengikutsertakan pawangnya dengan melepas pengasihan yang di masyarakat Sasak dikenal dengan sebutan Senggeger atau Pelet seperti Senggeger Kecial Kuning, Jaran Guyang, Sendodok Galeng, Semanis Mate dan sebagainya. Namun semua itu justeru telah membuat hati sang putri kian galau menentukan pilihan.
Sebagai seorang gadis yang baru tumbuh mekar, tentu hati Dende Mandalika dihiasi bunga cinta. Namun ketika perasaan cinta itu terus menghentak, justeru kian membuat hati sang putri gusar dan terus menangis seraya memikirkan nasib rakyatnya. Sebab, jika sang putri memilih satu diantara sekian pangeran sebagai pendamping hidupnya tentu pertumpahan darah tak terelakkan. Lalu bagaimana nasib rakyatnya?.
Setelah lama berpikir, Dende Mandalika akhirnya mengambil keputusan yang tak seorang pun tahu, pun juga Raja Tojang Beru atau ibunya Dewi Serenting. Diapun mencari waktu yang tepat yakni tanggal 20 pada bulan ke-10 berdasarkan perhitungan Sasak kemudian mengundang semua pangeran di sebuah areal yang luas di pinggir pantai. Semua rakyatnya berkumpul ingin mendengar secara langsung pengumuman dari Dende Mandalika bahwa pangeran mana yang bakal beruntung untuk mendampingi hidup sang putri. Setelah semuanya lengkap, tak lama kemudian sang putri cantik jelitapun muncul kemudian mendaki sebuah bukit kecil yang ada di pinggir pantai.
Sang putri lalu berkata: ”Wahai para pangeran, saya mencintai kalian semua, tetapi saya lebih mencintai rakyatku. Jika saja saya harus memilih satu diantara kalian tentu peperangan tak akan terelakkan. Saya tak ingin terjadi pertumpahan darah hanya karena persoalan pribadi dan cinta yang jelas-jelas akan membuat rakyatku menjadi sengsara. Namun demikian, saya juga tak ingin membuat hati kalian kecewa. Saya berjanji kepada kalian rakyatku untuk tetap datang di tanggal dan bulan yang sama”. Lalu tanpa disangka, sang putri melompat dan terjun ke laut dan pergi entah kemana (Mandalika has jumped to the sea, and has gone to any where).
Seluruh rakyatnya langsung terjun ke laut untuk mencari sang putri, namun semua hanya sia-sia, karena sang putri telah ditelan ombak Pantai Seger. Tak lama berselang, segulungan cacing laut (the rolling sea warm) menyeruak mendekati pinggir pantai yang kemudian segera ditangkap oleh rakyatnya saat itu. Karena itu, rakyatnya menyimpulkan kalau cacing laut yang warna warni itu merupakan jelmaan (Unbodied) dari Dende Mandalika.
Pengorbanan pengorban besar yang telah dipersembahkan oleh Putri Mandalika yang rela berkorban demi kepentingan rakyatnya, sangat patut kita tiru. Mudah-mudahan para pemimpin yang ada di Gumi Sasak ini mampu mengaktualisasikan pengorbanan Dende Mandalika yang berani berkorban demi rakyatnya dalam melaksanakan amanah dari yang maha kuasa sebagai pemimpin agar rakyat Lombok Tengah bisa hidup makmur, adil, aman dan tenteram, tak ada korupsi dan tak ada penyimpangan yang hanya akan menyengsarakan rakyat. ***
Penulis:
Adi Supriadi – wartawan Lombokita.com Biro Lombok Tengah
sumber: www.lombokita.com/wisata-kuliner/legenda-putri-mandalika-pengorbanan-sang-putri-raja-demi-rakyat
Ditulis oleh:
Lodas - Friday, April 4, 2014
Belum ada komentar
Post a Comment
Komentar muncul jika sudah di approve admin.